Selasa, 25 Desember 2012

Puisi Jiwa

Aku seperti pemintal kebohongan yang berjuang keras agar tampak benar. Setiap isi kataku ku olah agar tak berbenturan apa yang aku katakan padanya dan pada dia. Kebenaran yang dibuat dari kebohongan ternyata hanya merajut  tenunan hidupku. Kebohongan itu seperti nyata dalam hidupku, menguasai alam sadar dan bawah sadarku.

Aku terperdaya oleh senyumnya yang ranum dan manja, tapi aku juga terlena oleh kematangan dan kesabaran dari dia yang menjadi pertama namun seolah yang kedua. Aku selalu berkata dengan balutan keindahan sutera untuk menutupi belacu yang menjadi isinya. Entah kalian mempercayaiku atau justru kalian tertawa terbahak melihat kehampaanku karena terisi dua jiwa.

Kalian berdua seperti telaga bening kembar di tengah sahara, aku pengembara yang tak mampu menimba. Entah itu karena dasar kalian yang begitu dalam atau malah kalian hanya fatamorgana yang mengaburkan oase yang sedang kucari.

Dengannya, pernah ku ukir namanya dan namaku bersandingan dengan hiasan rerumputan liar pantai samudra hindia. Kami berlari menghindari ombak yang menyapu ukiran pasir kami.

Dengan dia, aku pernah mengeja kehidupan ibukota, dia mengajarkanku untuk tetap bahagia, menemaniku dalam cibiran manusia Jakarta, sehingga aku merasa jadi manusia atau bahkan raja.

Ah kalian……

Kalian tahu aku adalah pemintal kebohongan
Apakah sulaman kata-kataku seperti renda makna yang sulit kalian lupa
Padahal aku tak pernah mengingat semua  

READ MORE - Puisi Jiwa

Sabtu, 27 Oktober 2012

Akar Analisa Usaha (Brainstorming Startup Business)

Gambar di bawah ini saya buat untuk semua orang yang memiliki ketertarikan terhadap dunia usaha, gambar ini sejatinya bukan hanya sebagai teori tetapi sangat mudah menuntun kita dalam hal melakukan langkah-langkah yang harus ditempuh ketika kita akan menjalankan atau masuk ke dalam dunia usaha. Mudah-mudahan ini juga dapat bermanfaat bagi para guru dan tutor yang mengajarkan ilmu kewirausahaan.
READ MORE - Akar Analisa Usaha (Brainstorming Startup Business)

Jumat, 19 Oktober 2012

Mono Dialog

Salam untuk nurani Romdoni

"Kamu telah terlalu sibuk dengan segala beban kerja, sempatkanlah dirimu untuk melihat hal lain yang menyenangkan di luar sana". Dorongan batin itu akhir-akhir ini terus mencoba memprovokasi diri ini agar sedikit keluar dari kepenatan dan beban yang ada.

Jika dulu ketika diriku lebih banyak berjuang dengan tenaga untuk mengejar uang, dunia tulis-menulis adalah tempat rekreasi yang menyenangkan. Kalau bosan dengan itu, mengunjungi perpustakaan atau mengunjungi toko buku adalah alternatif yang tidak kalah ampuh mengusir kepenatan. Tapi kini, hari-hariku dipaksakan untuk selalu membaca dan memahami be-jubel teori dan mereduksinya menjadi materi edukasi bagi teman-teman yang menjadi relasi kerjaku. Huh... Terkadang aku harus memvisualkan apa yang aku baca dan aku pahami agar lebih mudah dimengerti oleh teman-temanku.

Kadang batinku menghakimi diriku, "Kamu ini terlalu perfeksionis"! Aku bukan perfeksionis, aku hanya mencoba mengejar mutu; elakku (yang kadang menang dan sering juga kalah). Konsumsi kafeinku akhir-akhir ini meningkat dua kali lipat, begitupun dengan tembakau; gara-gara seringnya perdebatan itu terjadi.

Aku sadar betul bahwa pekerjaanku saat ini tidak jauh berbeda dengan sekolah, banyak sekali yang aku pelajari. Hari-hariku selalu diisi oleh pengetahuan baru baik itu yang aku dapatkan sendiri maupun hasil sharing dengan teman sejawat.

Hobiku dulu kini telah menjadi rutinitasku. Aku merasa bahwa ada dua entitas batin dalam hidupku yang mereka sama sekali tidak bersatu. Kadang aku membentak satu batinku dengan batinku yang lain, dan kadang aku membentak dengan bahasa lain agar salah satu batinku tidak terlalu tersinggung "I love to laugh and let you watch me laughing. I just want you to know, that could be the happiest laughter I had". Ha....ha....

Ain't none of us are pure sane
and ain't none of us are pure crazy


Ha.....ha.....


READ MORE - Mono Dialog

Sabtu, 21 Juli 2012

Saur Pertama, Membyangkan Menu Oseng-Oseng Mesin ATM


Lama sekali tidak berceloteh di blog ini, entah pernah ada yang berkunjung atau tidak, itu tak terlalu penting. Dalam beberapa bulan ini ternyata diriku disibukan dengan berbagai pekerjaan yang sangat berjubel. Dari mulai membangun akses dengan pemerintah, membangun akses dengan micro finance, sampai dengan perusahaan-perusahaan yang ada di sekitar Bojonegoro. Belum lagi semuanya terbangun, kembali datang work plan bulan berikutnya yang mengharuskan saya untuk melakukan market assessment. Semuanya itu tidak lain adalah buah dari proposal yang sangat sempurna untuk dapat dilirik oleh pihak donor (menurutku terlal muluk).

Dalam rentang satu tahun yang hanya tinggal sekitar tujuh bulan waktu efektif, tim kami yang terdiri dari empat orang harus memenuhi tiga pencapaian program. Pencapaian pertama, ialah membangun jiwa kewirausahaan pemuda di enam desa di Kecamatan Ngasem serta mendampingi mereka dalam hal membangun bisnis. Setelah mereka mendapatkan literasi tentang kewirausahaan, tim kami harus memfasilitasi mereka untuk mendapatkan akses permodalan dari micro finance lokal. Pencapaian kedua, ialah membantu memfasilitasi pemuda yang sedang dalam masa transisi dari sekolah ke dunia kerja. Terakhir adalah membangun jiwa kepemimpinan pemuda agar lebih peka terhadap lingkungan dan penguatan kapasitas karang taruna di desa-desa sasaran kita.

Bisa terbayang dari target capaian tersebut di atas, bagaimana turunan-turunan proses untuk dapat mewujudkannya. Huh…luar biasa! Saya tidak mempunyai latar belakang sebagai ekonom, atau paling tidak mendapatkan kuliah tentang ekonomi, perbangkan, koperasi, wirausaha, perencanaan bisnis, alur kas, dan lain sebagainya. Saya hanya pernah mendampingi kegiatan usaha anak muda pesantren untuk berwirausaha dan membangun kelompok usaha kelas desa yang mendapatkan SIUP dari dinas kabupaten. Selain berkutat dengan teori, istilah, dan konsep-konsep ekonomi; ternyata saya juga masih harus belajar banyak tentang bagaimana penyajian data yang padat sederhana (statistik kuatitatif) namun mumet untuk dikerjakan.
Akibat kombinasi kerja antara lapangan dan ruangan, tidak jarang menghabiskan malam saya untuk mendeskripsikan segala yang saya dapat di siang hari pada malam harinya. Tidak jarang dalam menyajikan temuan lapangan saya harus bertemu pagi sebelum memejamkan mata (ha…ha… teringat seperti pada saat-saat kebut skripsi).  Seperti malam menjelang hari pertama puasa tahun ini misalnya, saya mencicil laporan sampai hampir lupa jika Ramadhan tiba. Oh jika saja ada yang melihat hilal di hari minggu, mungkin kejadian menyebalkan di subuh ini tidak akan terjadi!

Karena panik saat melihat jam yang hampir menunjukan jam 4, saya buru-buru menhidupkan teko listrik saya untuk membuat kopi. Satu hal sudah saya kerjakan. Kemudian merogoh-rogoh saku untuk menemukan uang tunai, ternyata saya sudah tidak mempunyai uang tunai. Dengan terburu saya loncat keluar kamar kos dengan modal satu keping ATM. Tiba di ATM saya segera memasukan kartu saya ke mesin tanpa melihat layar terlebih dahulu. Ketika kartu ditelan, saya baru melihat bahwa layar mesin ATM tidak seperti biasanya. Eror. Saya tekan berbagai tombol berusaha mengeluarkan, namun tak berhasil. Dengan kesal dan panik, saya meluncur menuju kantor cabang bank tersebut. Dengan mimik panik saya melapor pada satpam yang berjaga di sana dan meminta agar ATM saya dapat dikeluarkan dari perut mesin.

“Maaf pak, kami hanya bisa memperoses itu pada hari kerja” tuturnya dengan gaya bahasa halus, namun tidak memuaskan.

Campur aduk untuk memastikan bahwa saldo saya akan aman dan ingatan akan teko listrik yang mungkin airnya sudah kering. “Oh….BUMN kapan kau berubah” gerutuku dalam hati sambil melesat pergi menuju kos.

Benar saja dugaanku, air untuk membuat kopi hampir habis. Aku sempatkan untuk menuangkan air ke adonan kopi yang telah saya buat. Saya mengeluarkan semua kartu ATM yang ada di dompet, takut jika ATM satu bermasalah lagi, saya bisa pindah ke lain ATM tanpa harus balik kos (jangan bertanya kenapa saya hanya membawa kartunya saja, saya sedang mengenkan celana tidur waktu itu). Mesin ATM paling dekat menyediakan uang dengan pecahan Rp. 100.000. Sebenarnya saya lebih senang dengan pecahan Rp. 50.000 karena bisa dibelanjakan di warung kecil tanpa perasaan gak enak. Benar saja dugaanku waktuku terbuang cukup banyak untuk menunggu kembalian dari pemilik warung.

Setibanya di kos, dari salah satu mesjid memberitahu bahwa adzan tinggal lima menit lagi. Pilihan yang sangat membingungkan ketika arus memilih menikmati sebatang rokok dengan kopi atau nasi bungkus? Akhirnya aku harus memutuskan salah satu. Dan ketika celotehan ini ditulis, perutku begitu lapar dan nasi bungkus yang saya beli tadi subuh begitu menggoda. L
READ MORE - Saur Pertama, Membyangkan Menu Oseng-Oseng Mesin ATM

Senin, 21 Mei 2012

Tempat Baru Suasana Baru

Setelah beberapa hari bekerja dengan sedikit kekakuan dan sedikit kebingungan, akhirnya telah ada keputusan untuk pemberangkatan diriku ke tempat kegiatan program, tepatnya Bojonegoro sebuah kota kecil di sebelah barat Surabaya. Selama satu minggu ini, di kantor saya hanya menyiapkan data primer yang saya dapatkan dari internet, tentu saja dengan disesuaikan dengan harapan capaian yang termaktub dalam grand proposal. Saya banyak bertemu dengan banyak orang yang memiliki konsep sangat bagus dalam hal kemanusian beserta kemampuan untuk mengaplikasikannya. banyak dari mereka adalah lulusan universitas-universitas top negeri ini.

Mereka tampak energik dan dinamis dengan sejuta ide kreatif yang siap ditumpahkan dalam sebuah konsep dan program praktis. Berbicara dalam bahasa Inggris seperti menjadi bahasa ibu di kantor ini (sedikit mengebiri kepercayaan diri untuk ikut aktif).

Saya masih sangat senang dengan suasana ruangan dengan mereka yang mampu mengeksplorasi kenyataan menembus batas sekat-sekat furniture yang memisahkan individu dan tim. Kini aku tersadar bahwa kompetisi itu menyenangkan dan menjadikan kita sebagai bagian dari para pengejar perubahan.
READ MORE - Tempat Baru Suasana Baru

Rabu, 02 Mei 2012

Strategi Persuasif Peningkatan Penjualan yang Menyerang Alam Bawah Sadar

He...he.... Judulnya sengaja saya buat sedikit formal dan hiperbol demi peningkatan pengunjung pada blog saya.
Pengalaman menjadi sales, adalah pengalaman yang sangat berharga bagi diri saya. Menjadi sales sama dengan menjadi pembelajar tiada henti, meskipun ada kaidah-kaidah baku untuk pembimbingan penjualan, namun dinamika lapangan menuntut saya untuk menjadi seorang spontanitas yang cerdas. Membaca prilaku seseorang, membaca track bisnis, membaca kondisi sekitar, memperhatikan cuaca, menerawang latar belakang etnis; adalah gabungan analisa yang harus segera saya dapatkan setelah melempar senyum dan mengucapkan “Selamat” seperti “selamat pagi".
Kebiasaan membaca konsumen selagi saya pada posisi penjual, ternyata juga terbawa  ketika saya menjadi konsumen dan mencoba membaca strategi berjualan produsen. Dari hasil pembacaan saya terhadap beberapa swalayan yang saya kunjungi, ternyta ada teknik peningkatan penjualan terhadap konsumenyang jarang disadari oleh konsumen, di antara yang saya temukan adalah: 
1. Memajang Snack dan Permen Di Samping Kasir;
Ini trik tercerdik. Para pengelola memasang snack dan makanan kecil di samping kasir setinggi mata anak balita. Balita yang ikut mengantri dengan orangtua tentu akan sangat tergoda dan meminta kepada orangtuanya untuk dibelikan snack tersebut.
2. Tidak Semua Kasir Aktif;
Ini juga trik cerdik. Dengan jumlah kasir yang sedikit akan mulai terjadi antrian, biasanya pengelola pasar swalayan mempunyai pedoman bahwa panjang antrian harus sejumlah 7-9 orang. Jumlah antrian ini akan membuat pengunjung merasa pusat perbelanjaan tersebut adalah pusat perbelanjaan yang ramai. Selain itu sambil mengantri mereka juga akan melihat-lihat etalase di samping kasir, antrian ini memperbesar kemungkinan mereka untuk membelinya.
3. Ubin Ukuran 30 x 30
Mungkin anda sudah pernah berkunjung ke Ma**o ataupun Af**, harga mereka bersaing, pengunjungnya dulu juga banyak, tetapi mengapa mereka merugi? Jawabannya ada pada ubin mereka. Mereka menggunakan cor semen polos untuk lantai mereka. Hal ini menyebabkan para pengunjung yang berkunjung secara tidak sadar berjalan dengan cepat. Berbeda dengan pesaingnya semacam Hyper***, mereka menggunakan ubin ukuran 30×30, menurut riset inilah ukuran yang paling tepat untuk membuat para pengunjung memperlambat langkah mereka dan menengok kanan kiri, para pengunjung akan memperlambat langkah mereka karena mereka secara tidak sadar mengalami guncangan-guncangan karena roda troli mereka melewati sambungan ubin.
4. Memperbesar Budget Pembeli
Pembeli datang dengan batasan tertentu “Hari ini Cuma boleh belanja Rp 300.000,00”, namun tentu saja pembeli tidak mungkin hanya membawa Rp 300.000,00 kan? Bahkan pada umumnya pembeli juga membawa ATM atau kartu kredit.
Bagaimana cara memperbesar budget pembeli? Ternyata mudah.. Gunakan harga yang tidak pas seperti Rp 12.890,00. Saat kita melihat satu harga seperti ini kita akan langsung sadar bahwa sebenarnya harganya adalah Rp 13.000, rupiah. Namun dengan banyaknya barang yang dbeli (dan seringkali untuk satu jenis tidak hanya satu), secara tidak sadar ketika menjumlahkannya pembeli akan membulatkannya menjadi Rp 12.000,00. Dan ketika membayar prmbeli baru menyadari karena uangnya menjadi kurang.
5. Merubah letak barang-barang secara berkala
Pembeli datang dengan daftar belanjaan. Itulah yang paling ditakuti para pengelola pasar swalayan. Tapi ternyata mereka tidak kekurangan akal. Rotasi saja letak rak-rak secara berkala. Hal ini akan membuat pembeli harus mencari letak barang yang dibeli, saat mencari barang yang akan dibeli tentu saja pembeli juga harus melewati barang-barang lain, di sinilah pikiran pembeli mulai termanipulasi untuk membeli barang yang tidak diperlukan karena terpengaruh tulisan “disc” dan “buy 1 get 1”
Itulah yang saya temukan dari teknik peningkatan penjualan mereka yang sering tidak kita sadari. Satu lagi, senyum perempuan cantik sebagai kasir sering tersenyum dan menawarkan pulsa juga sering mengganggu gengsi saya sebagai laki-laki. Inilah trik pasar yang sempurna di mana bisa menyerang sisi behavior manusia.

Sebagai kata penutup dari saya "jika kamu tahu bahwa konsumen itu bernafsu untuk membeli, maka janganlah terlihat bernafsu untuk menawarkan".
READ MORE - Strategi Persuasif Peningkatan Penjualan yang Menyerang Alam Bawah Sadar

Jumat, 27 April 2012

Memetik Hikmah Dalam Peliknya Pekerjaan

Tanggal 25 April 2012 kemarin adalah hari paling istimewa dan cukup bersejarah dalam kehidupan saya. Bagaimana tidak, hari itu adalah hari pertama secara formal saya menerima gaji dari hasil pekerjaan saya sebagai Sales Representaive di salah satu bank terkemuka di Indonesia. 

Pekerjaan yang saya lakukan memang tampak mudah, namun memerlukan effort tingkat tinggi untuk tetap bisa bertahan. Pekerjaan semacam ini sebenarnya bisa dilakukan oleh mereka yang hanya tamatan dari sekolah menengah, hal ini karena jenis pekerjaannya yang dilakukan di lapangan dan hanya menjual produk dengan sedikit kewajiban untuk menyelesaikan administrasi.

Meski demikian, pekerjaan ini telah membawa wajah baru bagi saya. Hal pertama yang saya pelajari adalah pembiasaan diri untuk bangun pagi dan mengatur waktu untuk sampai tiba di tempat kerja tepat waktu. Kedua, saya mulai membiasakan diri dengan tekanan untuk pencapaian target dari kepala cabang agar cabang di mana saya bekerja tidak menjadi incaran makian area atau kanwil. Adakalanya pada saat pertemuan pagi saya diberi tepuk tangan, dan adakalanya saya disemprot makian dan ocehan tawa dari seluruh rekanan.

“Berpa pencapaian kamu Doni?” pertanyaan rutin kepala cabang saat pertemuan. Pernah dalam minggu pertama saya bekerja, saya tidak satupun menemukan nasabah atau merchant yang ingin memasang Electronic Data Chapter (EDC). “Dalam seminggu kamu NOOL” pengucapan kata nol dengan penekanan khas Sumatera Utara menjadi kata paling familiar hingga saat ini.

Saya masuk ke bank tersebut melalui pihak ketiga atau outsourcing, dan saya menyadari adanya perbedaan jarak dan harga antara kami yang melalui outsource dan mereka yang organik. Kinerja saya tak ubahnya dengan kinerja mesin foto copy di perusahaan tersebut, ketika mesin itu bisa terpakai, maka mesin itu akan terus disewa, dan ketika mesin itu rusak, maka dikembalikan.

Saya menyadari tidak ada jenjang karir atau packlaring yang bagus dengan pekerjaan sekarang ini, namun saya menemukan keuntungan lain selain dari gaji dalam pekerjaan ini. Saya selalu bertanya pada officer tentang pengertian cek, giro, deposit, RTGS dan istilah-istilah bank lainya. Saya menganggap ini adalah keuntungan terbesar bagi saya.

Menjadi sales tak ubahnya seperti kita berperan menjadi custumer. Di sini pula saya belajar tentang bagaimana sebuah pelayanan. Pernah saya mendapatkan pelayanan yang sangat ramah dari seorang yang saya tawari EDC di suatu mall di bilangan Kuningan, meski ia tidak terpengaruh dan tidak ingin memasang mesin EDC di tempat usahanya, ia menghargai saya sebagai orang profesi. Ia begitu ramah dan sahaja, menyodorkan air minum kemasan gelas ketika suara saya serak. Di luar alam sadar saya waktu itu, justru saya yang ingin membeli produknya apabila saya mampu. Dan di dalam alam sadar saya, saya meminta brosur promosi toko tersebut ketika saya hendak pamit, kemudian saya perbanyak dengan fasilitas kantor dan menyebarkanya sembari saya terus memasarkan EDC. Ini mungkin salah satu contoh, bahwa keikhlasan adalah metode komunikasi persuasif yang paling akurat.

Saya ikhlas menjalankan pekrjaan ini meski sangat jauh dari apa yang saya pelajari, dari apa yang saya tekuni. Namun jika ini jalan sementara untuk perbaikan kualitas pribadi, maka saya ingin membuang banyak mimpi dalam kehidupan ini, dan mencoba setiap kesempatan yang menghampiri. 

Kembali seperti saya ungkapkan di atas. Jika memang kemampuan atau tenaga manusia kini tak ubahnya seperti mesin foto copy, bagaimana kalau aku bisa seperti foto copy yang mampu mengkopi 5 lembar per second. Ada yang mau menyewa saya?


READ MORE - Memetik Hikmah Dalam Peliknya Pekerjaan

Senin, 09 April 2012

Nasib Sales

Hari ini kembali aku mengitari Jakarta dan daerah pinggirannya seperti Ciledug, kreo, Jombang dan Ciputat. Hari-hariku kini memerlukan effort dosis tinggi untuk satu keyakinan bahwa akan ada nasabah yang mau bekerja sama memasang mesin Electronic Data Chapter (EDC) di tempat usaha mereka. Berbagai jenis toko dan tempat usaha jasa lainnya aku datangi, namun setiap menawarkan di situ pula ada penolakan. Huh! berat juga kerja jadi sales.

Namun dari pekerjaan ini saya bisa lebih mengambil hikmah. Lewat pekerjaan ini saya tahu betapa rumitnya sistem penomeran alamat di Jakarta, saya juga menjadi tahu berbagai karakteristik pengusaha, dan satu hal yang penting; saya terbiasa dengan penolakan.
READ MORE - Nasib Sales

Selasa, 20 Maret 2012

Menaiki Ring Ibu Kota

Kita sering mendengar ungkapan “ibu kota lebih kejam dari ibu tiri”, ya, itu adalah salah-satu ungkapan sarkastik tentang ibu kota di samping ungkapan lainnya. Tidak mengherankan ungkapan itu tercipta mengingat kerasnya kehidupan ibu kota. Banyak orang dari berbagai pelosok negeri membawa impian mereka datang ke ibu kota. Sebagian dari mereka ada yang memetik hasil, namun banyak juga dari mereka terpuruk di kerrasnya kehidupan ibu kota.

Jakarta juga kota yang paling mensyaratkan identitas. Jika anda keluar tanpa identitas yang jelas, jangan heran bila ketika anda bingung mencari jalan di sebuah gang, banyak pandangan mata mencurigai anda. Ya, tidak lain karena Jakarta merupakan kota dengan angka kriminalitas di Indonesia. Jakarta juga merupakan kota dengan hukum Darwinisme; di mana yang paling kuat, maka ia yang bertahan.

Sudah hampir dua minggu saya berada di Jakarta. Dari hari pertama saya tiba saya sudah mencari pekerjaan dengan berbagai cara seperti mendatangi langsung, mengirim via email, dan mencoba minta tolong terhadap rekanan. Beberapa hari ini saya sangat giat membuka email dan mengecek seluler dan berharap ada panggilan untuk sebuah pekerjaan yang telah saya lamar.  

Akhirnya, di pagi ini panggilan itu pun datang dari salah satu recruitment firm. Nantinya saya akan ditempatkan di salah satu Bank terbesar di Indonesia, yaitu Mandiri. Saya akan menduduki posisi sales representative yang kerjaannya menjual produk Electronic Data Card (EDC). Saya sangat tertantang dengan pekerjaan ini, di mana pekerjaan ini adalah pekerjaan yang menjual produk untuk menunjang kemajuan bisnis dan gaya hidup berbelanja pada era sekarang ini.

Ya, pekerjaan ini memang murni sales. Dan ini merupakan tantangan yang mengasyikan bagi saya di tengah banyak orang yang menghindari pekerjaan seperti ini.

Betul saya adalah lulusan S1, dan betul juga adanya bahwa saya aadalah laki-laki pertama yang lulus di kelas. Karena itulah saya menyadari betul hukum kehidupan di kota besar seperti Jakarta ini.
READ MORE - Menaiki Ring Ibu Kota

Minggu, 18 Maret 2012

Nenek Dalam Ingatan

Tidak terasa kini umurku hendak menginjak usia 25. Banyak hal telah terlewati, meski belum mengukir sebuah prasasti di seperempat abad dari kehidupan ini. Malam ini, meski diriku tidak sedang bertahlil untuk mendiang neneku, tapi aku akan menceritakan mendiang beliau terhadap malaikat.

Teringat bagaimana kerasnya didikan nenek, membuat aku merasa hidup di belahan dunia yang paling liberal saat ini. Padahal ketika aku kecil dan hidup dengan nenek, hidup waktu itu penuh dengan aturan dan etika. Aturan yang paling haram untuk ditinggalkan adalah shalat lima waktu. Di tempat kedua yang haram ditinggalkan adalah mengaji yang waktunya selalu bergandengan dengan waktu shalat. Selain itu masih banyak aturan seperti membantu mengerjakan pekerjaan rumah, dan etika-etika kehidupan lainnya.

Kasih sayang nenek pada diriku mungkin lebih besar dari pada kasih sayangnya kepada cucu-cucu lainnya. Aku tinggal dengan nenek karena bapak dan ibuku bercerai ketika aku berusia lima tahun. Ibu yang saat itu mengadu nasib ke Jakarta setelah perceraiannya, dan bapak yang menikah lagi, membuat aku terlantar dan hidup dengan seorang nenek yang sudah keronta. Tapi bagi nenek, kehadiranku ternyata bukan merupakan sebuah beban baginya, ia justru ingin menjadikan cucu laki-laki dari anak laki-lakinya yang paling kurang beruntung, menjadi seseorang manusia. Keinginan itu sering terlontar ketika kita berdua hendak tidur.

Meskipun kasih sayang nenek begitu besar, tapi jika suatu kesalahan saya lakukan, kasih sayang itu akan berubah menjadi hukuman yang tidak ada amnesti. Pernah seharian saya dikurung di kamar mandi tanpa dikasih makan karena meninggalkan mengaji. Ya, nenek lebih menekankan aspek keagamaan pada diriku dari pada aspek formal lainnya seperti sekolah, tapi beliau tidak menyepelekannya.

Kasih sayang nenek yang begitu besar, lebih terasa kini ketika beliau telah tiada dan aku beranjak besar dan telah mampu menafsirkan kasih sayang secara lebih luas.

Aku diminta oleh ibuku setelah kepulangannya dari Jakarta ketika aku masuk SLTP. Pada waktu itu aku merasa senang karena dapat hidup bersama ibu, tapi aku tak pernah merasakan kesedihan nenek yang terputus harapannya akan aku. Ya, di lingkungan sekitar kampung ibu, masyarakatnya sangat amburadul, sehingga aku yang masih belia terseret masuk dalam pergaulan yang sangat buruk dan mempengaruhi kehidupanku kini.

Sering aku mendengar dari cerita uwa, bibi dan sanak saudara lain yang mengatakan bahwa  nenek sering menangis ketika mendengar para santri yang sedang menghafal atau menalar kitab Imriti (salah-satu kitab nahwu kelas menengah). Maklum ketika aku meninggalkan nenek, aku telah menghafal setengah dari kitab tersebut. Pada waktu itu juga aku sedang menjadi bahan perbincangan di antara keluargaku dalam hal kecepatan dan kemampuanku dalam hal mengaji.

Nenek meninggal ketika aku kelas dua SLTP.

Malam ini aku kembali terngiang akan amanat-amanat yang ia kemukakan akan diriku menjelang hembusan nafas terkhirnya beberapa tahun silam. Amanat-amanatnya tak lain adalah agar aku selalu berpegang pada agama dalam menjalani kehidupan dunia. Malam ini juga aku mengenang sorot matanya yang tanpa gangguan di usianya yang memasuki kepala delapan. Setengah hari dari penglihatannya ia habiskan untuk membaca al-Quran. Mulut dan hatinya tak pernah berhenti berdzikir. Iya, nenek juga selalu dalam keadaan memiliki wudhu seumur hidupnya.

Dialah yang mengenalkanku pada Allah melalui Tizan. Dialah yang mengenalkanku pada al-Quran melalui ejaan Hijaiyah. Dialah yang mengajariku tentang ibadah melalui Safinah. Dia juga lah yang mengajari aku tentang adab dan etika melalui Sunnah.

Mengenangmu seperti menemukan arah hidup di belantara tipu muslihat dunia. Maafkan aku jika tidak tumbuh seperti harapan nenek. Tenanglah di sana nenek.

Ila Hadorotin Nabiyyil Mustofa Rosulullah Sollolohu Alaihi Wassalam, Khususon Ila Ruhi Hj. Banasiyah binti H. Kholil. Alfatihah...  

READ MORE - Nenek Dalam Ingatan

In Wishy Washy Condition

Trees look strong compared with the wild reeds in the field. But when the storm comes the trees are uprooted, whereas the wild reeds, while moved back and forth by the wind, remain rooted and are standing up again when the storm has calmed down.

Flexibility is a great virtue. When we cling to our own positions and are not willing to let our hearts be moved back and forth a little by the ideas or actions of others, we may easily be broken. Being like wild reeds does not mean being wishy-washy. It means moving a little with the winds of the time while remaining solidly anchored in the ground. A humorless, intense, opinionated rigidity about current issues might cause these issues to break our spirits and make us bitter people. Let’s be flexible while being deeply rooted.
Trees look strong compared with the wild reeds in the field. But when the storm comes the trees are uprooted, whereas the wild reeds, while moved back and forth by the wind, remain rooted and are standing up again when the storm has calmed down.

Flexibility is a great virtue. When we cling to our own positions and are not willing to let our hearts be moved back and forth a little by the ideas or actions of others, we may easily be broken. Being like wild reeds does not mean being wishy-washy. It means moving a little with the winds of the time while remaining solidly anchored in the ground. A humorless, intense, opinionated rigidity about current issues might cause these issues to break our spirits and make us bitter people. Let’s be flexible while being deeply rooted.
READ MORE - In Wishy Washy Condition

Sabtu, 03 Maret 2012

Maraknya Percaloan dan Cuci Tangan Polisi Dalam Pembuatan SIM

Hari Rabu tanggal 28 Februari kemarin, adalah kali kedua saya mendatangi Polres salah satu kabupaten di Jawa Barat. Kedatangan saya tidak lain untuk kepentingan pembuatan Surat Ijin Mengemudi (SIM). Sambil duduk menunggu dibukanya aktivitas pendaftaran SIM, banyak polisi yang baru saja pulang setelah melakukan aksi razia motor. Saya mengamati, kebanyakan dari yang terkena razia adalah mereka yang tidak menggunakan knalpot standar pada motornya dan mereka yang tidak memiliki SIM.

Banyak sekali motor yang tertangkap razia, padahal setahu pengalamanku di jalanan, biasanya para pengendara cukup berdamai saja dengan Polisi. Aku melihat banyak orang yang datang dan berniat mengambil kembali kendaraannya. Para polisi berkoordinasi dengan polisi lainya melalui walki-talki yang mereka genggam masing-masing. Satu yang menarik dan aku garis bawahi kemudian adalah perintah atasan polisi melalui walki-talki kepada seorang polwan untuk meninjau harian Tribun Jabar.

Kegiatan layanan SIM telah dibuka, lansung saja saya menghampiri meja pendaftaran uji praktek. Uji teori telah lulus pada dua minggu sebelumnya. Saya lansung mengendarai mobil Grand Max, perlu diketahui mobil Grand Max memiliki kelebaran yang lebih dari jenis mobil mini lainnya. Jaraknya hanya sekitar 5 cm sisi kiri dan 5 cm sisi kanan dan mobil tersebut harus maju-belok kemudian mundur-belok dengan tidak boleh menyentuh atau keluar dari lintasan yang teramat sempit. Saya bertaruh, bagi siapa saja yang pertama kali melakukan ujian ini akan gagal. Dan ini terbukti, di ujian kedua pun saya masih gagal.

Kemudian saya berganti pada uji praktek mengendarai motor, lintasannya sedikit zig-zag dan harus melewati apitan pembatas, jika kita mengendari motor yang lebarnya seukuran Mio Soul, saya yakin tidak akan masuk dan akan membentur tiang yang menjadi apitan lintasan. Kaki saya menyentuh lintasan di apitan terakhir, dan tiada ampun, saya tidak diluluskan.
  
Saya berjalan menuju toilet, muka kesal dan kecewa saya terbaca oleh para pedagang dan teryata sekaligus calo tersebut. Mereka menghampiriku, menawari sebuah jasa untuk meloloskan pembuatan SIM. Adu tawar harga, akhinya jatuh di Rp. 350.000 / 1 SIM. Saya menyerahkan 700 rb untuk keperluan dua SIM. Jujur, sebelumnya saya mencoba menyuap polisi yang menguji praktek saya, namun ditolak.

Ketika calo itu mondar-mandir untuk mengurus SIM saya dan orang-orang lainnya yang sama-sama nembak. Saya berpikir, bahwa jika memang benar polisi tidak dapat menerima suap itu, maka tidak mungkin polisi juga meluluskan si calo. Apakah polisi enggan untuk menerima langsung dari masyarakat, tetapi mau menerima dari calo? Hem menarik. Dari tangan calo-calo ini lah kemungkinan polisi berbagi uang pelancar pembuatan SIM dan dengan komando uang tersentral di satu tempat.

Pada hari senin tanggal 27 Februari atau sehari sebelumnya saya mengantar seorang teman untuk mebuat SIM di Polres yang berbeda. Berbeda dengan Polres asal kabupaten saya, di Polres ini Tes praktek relatif lebih mudah jka dilihat dari lintasannya, namun di ujian teori, tidak jarang semua kontestan tidak lulus.

Hal itu menunjukan bahwa di setiap Polres berbeda tahap pengujian dalam pembuatan SIM. Namun sulitnya uji praktek seperti yang saya temui di Polres kabupaten saya adalah alasan mengapa masyarakat enggan membuat SIM secara prosedural. Dalam hal uji praktek, orang yang lulus dalam satu kali uji, belum tentu lulus lagi ketika mencoba lagi. Tesnya mirip sekali dengan perlombaan berjalan di sebatang bambu di atas kolam pada perayaan Agustus-an. Dengan kata lain, orang yang pandai berjalan pun akan jatuh tercebur.

Kesulitan yang tidak masuk akal dalam proses pembuatan SIM menjadikan masyarakat enggan membuat SIM secara prosedural, dan ternyata keadaan ini juga yang diinginkan oleh para polisi dan calo. Keadaan ini mungkin saja menyebabkan polisi terlalu gampang memberikan SIM, karena dengan banyaknya praktek calo memungkinkan si pemohon tidak melalui tahap ujian. Dan saya menyaksikannya di hari yang sama ketika banyak pendaptar yang kolektif yang tidak melalui tahapan tes.

Saya memasuki ruangan foto, dan polisi yang bertugas memotret saya adalah polisi yang menguji praktek saya tadi. Tidak tampak di wajahnya sebuah keganjilan, ini menunjukan sebuah kebiasaan. Saya nyinyir. Kemudian pulang dan penasaran untuk membeli Tribun Jabar. Di halaman muka terlihat gambar polisi yang sedang melakukan nego dengan pengendara yang sedang hangat dibicarakan warga Bandung dan warga dunia maya. Hem...Saya mengerti.
READ MORE - Maraknya Percaloan dan Cuci Tangan Polisi Dalam Pembuatan SIM

Senin, 27 Februari 2012

Kembali Bersahabat Dengan Mimpi

Entah sudah berapa hari aku berada dalam kondisi terpuruk, tidak ada hasrat untuk melakukan sesuatu apapun. Entah apa yang menyebabkan langkahku sedikit terpuruk dalam beberapa hari ini. Satu halaman facebook dari seorang kawan lama telah membukakan mata, ia seolah mengatakan bahwa dunia ini tidak mudah dan jangan meminta untuk mudah, tetapi jadilah dirimu kuat dan mintalah untuk menjadi kuat. Bisikan yang timbul dari stimulus yang diberikan oleh halaman yang kupandang, telah menjadikan aku merasa bersalah karena telah mengabaikan untaian detik yang terbuang. Aku tahu bahwa hidup harus ada sebuah proyeksi yang harus kita buat agar tidak hilang arah. Meniti hari esok dengan ikhlas adalah janjiku malam ini. Aku ingin kembali memasuki arena kehidupan.
READ MORE - Kembali Bersahabat Dengan Mimpi

Kamis, 23 Februari 2012

Andai Pesantren Tersentuh Generasi Berencana

Telah kita ketahui dan kita akui bahwasanya peran pesantren selalu mengiringi perjuangan bangsa Indonesia baik pada masa pra-kemerdekaan maupun pasca kemerdekaan. Lembaga pesantren yang merupakan lembaga pendidikan khas indonesia juga telah mewarnai ke-Indonesiaan dalam berbagai kehidupan bangsa.

Terlepas dari tipologi jenis pesantren, seluruh pesantren berkomitmen untuk melaksanakan pendidikan bagi para santrinya terutama dalam pendidikan keagamaan dan moral. Berbeda dengan sekolah formal, pesantren adalah lembaga yang bersifat kharismatis dimana peran serta pengaruh tersentral pada kyai. Pengaruh kharismatis ini menjadikan setiap sesuatu yang disampaikan atau diajarkan oleh seorang kyai lebih mengakar dan ditaati oleh para santrinya.

Banyak figur kyai, selain berpengaruh di internal lembaganya (pesantren) juga mempunyai peran ganda sebagai tokoh masyarakat dan tokoh adat. Hal itu menunjukan besarnya peran dan pengaruh kyai dalam dinamika kehidupan masyarakat.
Program pembangunan Generasi Berencana yang diusung oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tentu dalam realisasinya tidak lepas dari orientasi sasaran utama (para remaja) dan sasaran pendukung (tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda, media massa dan lembaga-lembaga terkait). 

Lembaga pesantren yang populasinya menembus angka 14.000 lebih, hampir tidak tersentuh dalam program ini. Padahal peningkatan tingkat pendidikan remaja –termasuk santri− mengenai pengetahuan kesehatan reproduksi dan segala pengetahuan untuk mewujudkan keluarga berencana, kecil, dan sejahtera merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam pengembangan sumber daya manusia. Peningkatan pendidikan akan berdampak pada peningkatan produktivitas dan kualitas penduduk. Oleh karena itu usaha menaikkan tingkat pengetahuan remaja harus dilaksanakan secara menyeluruh −bukan hanya milik sekolah formal tapi juga lembaga semisal pesantren− dan berkesinambungan untuk mendapatkan sumber daya manusia yang terampil dan tanggap dalam menghadapi tantangan di masa depan.

Pada dasarnya pesantren memiliki komitmen moral untuk mewujudakan keluarga yang bahagia, namun tidak jarang kalangan pesantren juga masih memegang dogma seperti “banyak anak banyak rejeki”. Selain itu kontroversi tentang penggunaan KB masih bergulir di kalangan umat Islam terutama Islam dengan tipe salafyah. Hal itu seharusnya menjadikan konsentrasi tersendiri bagi pemerintah untuk memberikan penerangan bukan hanya dengan dalil keagamaan tetapi juga diikuti oleh dalil sosial. Lembaga pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam, adalah lembaga strategis untuk dijadikan kawan bukan sebaliknya.

Dalam segi pergaulan remaja, santri relatif bersih dari pergaulan negatif seperti sex bebas, penggunaan obat-obatan terlarang, sex pra nikah, dan pergaulan negatif lainya yang merugikan bagi kestabilan masa remaja dan masa depan keluarga. Tetapi di lain pihak, santri relatif tidak tersentuh oleh pengetahuan teknis mengenai kesehatan reproduksi, pengetahuan tentang penyakit kelamin, kesehatan siklus melahirkan, dan lain sebagainya.

Ada banyak keuntungan kalau saja pemerintah mau melibatkan pesantren sebagai partner dalam peningkatan pengetahuan remaja melalui program Generasi Berencana. Selain fokus utama adalah remajanya itu sendiri (santri) pemerintah juga telah menyentuh sasaran sekunder yaitu lembaga pesantren itu sendiri yang fungsinya sebanding atau mungkin lebih dari Bina Keluarga Remaja (BKR). Selain itu, pendidikan di pesantren lebih mengakar dibanding dengan pendidikan formal karen sifat pesantren yang kharismatis. Pengetahuan yang di dapat oleh santri ini nantinya akan menjadi efek domino yaang lebih besar ketika mereka telah  pulang dan menjadi elemen masyarakat di mana mereka bisa menyalurkan pengetahuannya tersebut terhadap masyarakat.

Mohamad Romdoni
Program Director
Kelompok Usaha Seuweu Putu
READ MORE - Andai Pesantren Tersentuh Generasi Berencana

Senin, 20 Februari 2012

Esok Telah Berlalu

Sore ini saya berjalan menyusuri jalanan menuju tempat tinggalku, aku berjalan bukan karena tidak adanya recehan di saku. Aku hanya ingin mengenang masa kecil hingga masa SMU-ku yang selalu berjalan menyusuri jalanan ini, (perlu diketahui, seseorang harus membayar Rp. 3000 untuk jarak tempuh ojeg yang kurang dari satu kilometer).

 Sepanjang perjalanan aku tak henti berpikir, perubahan fisik di daerah ini dari tahun ke tahun tak henti membangun, selalu ada perusaan besar yang mendirikan bangunan baik berfungsi sebagai gudang atau pun produksi dibangun di sepanjang jalanan ini. letak geografisnya yang strategis yang berada tepat di gerbang tol Cileunyi, menjadikan jalan kampung Panyawungan sebagai lokasi sentral industri. Bahkan kini telah dibangun industri pembuatan pupuk organik dan pembuatan spare part karet motor di tengah perkampungan padat penduduk.

Aku melihat banyak orang lalu-lalang dengan penuh semangat saat pergantiaan shift kerja di salah satu perusahaan textile yang ada di situ. aku begitu iri melihat semangat mereka, aku tahu sebagian dari mereka mewakili rejeki bagi keluarga mereka. Aku melihat semangat jihad di wajah mereka.

 Kini aku mulai berjalan memasuki gang tempat rumahku berada. Bagi anda yang pertama kali mengunjungi daerah saya, akan terkaget-kaget. Bagaimana tidak, sepanjang jalanan menuju perkampungan yang gersang dan berdebu, tiba-tiba masuk ke daerah yang masih rindang, sejuk, terdapat kolam-kolam ikan, dan santri-santriyah yang sedang membantu bagian dari pekerjaan pengajar-pengajar mereka. Ya, rumahku terletak di blok pesantren, bahkan secara genesis saya masih termasuk kerabat dekat pesantren.

 Lingkungannya yang masih sejuk ternyata, menjadikan lingkungan pesantren ini relatif tenang. Para pemuda keluarga pesantren terlihat sedang menikmati segelas kopi yang dinikmati bersama. Tenang sekali mereka (pikirku). Hampir seluruh warga di ligkungan pesantren, ada di tempat sepanjang harinya. Tidak ada aktivitas berarti selain dari pengajian, sisa waktunya hanya dipakai ngobrol, ngurek, mancing, dan kerjaan kurang bernilai lainnya. Aku tak melihat semangat jihad dari wajah mereka.

Ternyata lingkungannya yang tenang dihuni pula oleh mereka para pemalas, keluhungan wibawa para leluhurnya telah mewariskan kemalasan dan ke-ekslusiv-an warga pesantren. Di lingkungan pesantren ini, ada sentimentil tersendiri bagi orang yang bekerja di pabrik, terlebih jika perempuan yang bekerja. Di lingkungan ini juga mengakar kuat doktrin anti sekolah formal, entah kapan doktrin itu mulai bergulir dan mulai mengakar, padahal pendiri ponpes Panyawungan adalah pribadi yang ulet dalam usaha dan tidak anti pendidikan, ini terbukti dari dua anak beliau yang disekolahkan di sekolah Belanda dan fasih berbahasa Belanda.

Warga pesantren terlihat takut dengan proses keduniawian, namun sangat tergila-gila dengan hasil dunia. Tidak jarang konflik terjadi akibat hal-hal materi yang tidak seberapa. Pesantren Panyawungan yang mengaku sebagai pesantren bercorak salafy kini mulai bias dalam menafsirkan kata tersebut, pesantren ini cenderung tertutup pada hal-hal baru dan metode-metode baru yang bermuatan positif untuk kelembagaan, padahal dengan tidak disadari perguliran zaman yang bermuatan negatif  telah merangsek menggumuli pedoman mereka.

Terlintas penyesalan, kenapa aku tidak bisa sedikit memperlihatkan jika pendidikan itu penting, aku sebagai salah seorang yang mengecap pendidikan formal masih saja menjadi beban orang tua, tidak beda seperti mereka. Aku berpikir, mungkin keberadaanku ini akan semakin membuat orang di lingkunganku semakin anti pendidikan formal. Berat sekali pintu rumah ini untuk kubuka  (Hei adik-adiku yang sedang menahan lapar, aku sudah berusaha).

READ MORE - Esok Telah Berlalu

Senin, 13 Februari 2012

PERMASALAHAN KEMASYARAKATAN DI PINGGIRAN MUARA LAPANGAN KERJA


Jika anda pernah berkunjung atau hanya sekedar  lewat ke Jalan Panyawungan yang  tepat di samping bundaran tol Cileunyi, anda akan menyusuri jalanan berlubang (untuk tidak menyatakan sungai tanpa air) yang di kiri-kanannya adalah industri-industri dan gudang-gudang distribusi perusahaan mapan nasional maupun perusahaan multinasional. 

Pada jam-jam tertentu, jalanan ini seperti menjadi aliran manusia yang hilir mudik untuk masuk kerja.  Para pekerja perempuan mendominasi gerbang industri-industri manufaktur, sedang para pekerja laki-laki kebanyakan bekerja di gudang-gudang distribusi dan di industri berat. Entah berapa ribu orang tenaga kerja yang terserap oleh perusahaan-perusahaan yang berda di sepanjang Jalan Panyawungan. Ya betul, perusahaan-perusahaan tersebut telah menjadi temali rejeki bagi ribuan masyarakat Indonesia.

Setelah berjalan kira-kira sejauh 900 meter, anda akan memasuki sebuah perkampungan besar yang lingkungannya masih cukup terjaga bila dibandingkan dengan perkampungan pinggiran industri di daerah lain. Disaat orang-orang berangkat membanjiri tempat kerja yang tidak jauh lokasinya, warga di sini terlihat lebih santai seperti tidak ada aktifitas yang berarti. Terlihat banyak usia produktif terutama dari para pemuda hanya memadati pos –pos ojeg yang ada di daerah tersebut. 

Berawal dari permasalahan sederhana ini, penulis ingin lebih mengetahui dinamika sosial dan permasalahan sosial yang ada di masyarakat kampung Panyawungan yang dipengaruhi oleh kehadiran industri-industri yang berdiri di lingkungan tersebut versi pandangan dan data sederhana yang didapat penulis.

Menurut asumsi penulis, Industrialisasi yang dibangun di lingkar Cileunyi-Rancaekek pada awal tahun 90-an bukan saja mempengaruhi perubahan fisik dan kemajuan ekonomi di lingkungan tersebut, namun pengaruhnya juga masuk kedalam sendi-sendi kehidupan sosial masyarakat di wilayah tersebut. Di antara dinamika sosial dan perubahan pranata sosial yang penulis temukan adalah maraknya konflik horizontal di masyarakat yang disebabkan oleh beberapa faktor yang memicunya, adapun faktor yang penulis temukan adalah seagai berikut:

  1. 1)      Kurang Terserapnya Masyarakat Lokal Sebagai Tenaga Kerja
Kurang terserapnya tenaga lokal sebagai tenaga kerja di lingkungan kerja di wilayah sendiri menjadi faktor pemicu ketidakharmonisan antara masyarakat lokal, pihak industri, dan masyarakat pendatang. Dapat dimengerti jika pihak industri enggan untuk memakai tenaga lokal, selain kurangnya motivasi kerja karena merasa sebagai orang daerah, tenaga lokal juga sering kedapatan melakukan kecurangan dan praktek-praktek licik yang merugikan pihak industri. Dari oknum-oknum pekerja lokal itulah, calon atau pekerja lokal aktif pun terkena imbasnya.

Pilihan industri untuk menggunakan orang luar daerah menjadi pemicu kecemburuan bagi masyarakat lokal. Banyaknya pekerja luar daerah, ternyata bukan hanya kesalahan dari para oknum-oknum pekerja lokal yang menjadikan stigma negatif perusahaan terhadap masyarakat lokal, ternyata banyak oknum bak dari kalangan masyarakat baik itu dari pemerintahan lokal, aparat lokal, maupun masyarakat biasa yang melakukan praktek percaloan tenaga kerja, salah satu contoh kecurangan yang ditemui adalah memasukan orang luar daerah menjadi anggota keluarga dalam kartu keluarga masyarakat lokal sehingga pendatang dengan mudah membuat identitas sebagai warga lokal. Industri yang mungkin telah menjatahkan kuota untuk orang lokal dimanfaatkan oleh calo-calo tenaga kerja.

Kurang terserapnya masyarakat lokal sebagai tenaga kerja di lingkuannya sendiri terlihat dari statistik penduduk masyarakat RW. 03 Kampung Panyawungan dan RW. 02 Kampung Kara yang memiliki beban pengangguran 62 % dari jumlah penduduk usia produktif. Kecemburuan-kecemburuan semacam itu yang memicu demo dan perusakan pada PT. STG pada tahun 1997 dan perang antar warga Kampung Panyawungan dan warga perumahan Bumi Cipacing Permai pada tahun 1998. Kedua peristiwa tersebut adalah peristiwa besar di samping peristiwa-peristiwa kecil yang terus terjadi hingga saat ini.

  1. 2)      Banyaknya Praktek Premanisme
Praktek premanisme sangat menjamur di lingkungan sub-urban seperti di lingkungan industri yang ada di Jl. Kampung Panyawungan. Praktek premanisme yang dapat saya amati seperti praktek pencaloan tenaga kerja, pengelolaan limbah industri yang dipegang oleh perorangan yang memiliki pengaruh, pemungutan liar para pedagang kaki lima, pemungutan liar parkir kendaraan jemputan.

Saya bahas pengelolaan limbah industri yang menurut saya menjadi pemicu konflik yang cukup dahsyat. “Tidak ada barang yang tak jadi uang”, sepenggal kata itu mungkin yang tepat untuk mengawali pembahasan. Limbah industri, ternyata mampu mendatangkan rupiah yang sangat besar terutama limbah yang dihasilkan oleh industri tekstile, karena besarnya rupiah yang diasilkan oleh pengelolaan limbah industri ini, tidak jarang baik perorangan maupun kelompok mencoba mendapatkan hak tunjuk oleh perusahaan sebagai pengelola. Untuk mendapatkan hak tersebut, tidak jarang menimbulkan konflik yang memobilisasi massa. Contoh yang baru-baru ini terjadi adalah perebutan limbah tekstil PT. Gistex antara kelompok yang mengatasnamakan Karang Taruna RW. 03 Kampung Panyawungan dan Pondok Pesantren Bustanul Wildan Cileunyi. Konflik ini cukup memanas sehingga terjadi mobilisasi massa dari kedua belah pihak, meskipun konflik fisik tidak terjadi, namun konflik emosional dan konflik intelektual atau perang dingin terus berlangsung di antra kedua belah pihak.

Sayangnya, pihak industri lebih tertarik memberikan pengelolaan limbahnya terhadap perseorangan yang memiliki kekuatan untuk memberikan rasa aman pada industri seperti preman dan oknum aparat. Padahal jika pengelolaan tersebut diberikan kepada lembaga profesioanal yang ada dimasyarakat dan dikelola secara prfesioanl akan mampu mengurangi beban pengangguran masyarakat sekitar dan meningkatkan taraf kehidupan ekonomi masyarakat sekitar sehingga dapat mengurangi kesenjangan ekonomi dan kecemburuan sosial masyarakat serta dapat menciptakan keharmonisan lingkungan.

  1. 3)      Meningkatnya Angka Perceraian dan Sistem Sosial yang Maskulin

Industri sekitar yang menyerap tenaga perempuan hampir 90 persen, dan rata-rata jam kerja selama delapan jam perhari, menjadikan wilayah tersebut sepi dari dinamika keperempuanan seperti kegiatan Posyandu dan kegiatan ibu-ibu PKK lainya. Di lingkungan tersebut hampir tidak pernah melibatkan perempuan baik kegiatan rutinan maupun kegiatan-kegiatan yang melibatkan struktur pemerintah (RT/RW) setempat. Hal ini terlihat dari tidak adanya unsur perempuan dalam struktur organisasi-organisasi kegiatan lokal seperti RT, RW, Panitia Hari Besar Islam (PHBI), Karang Taruna, dan lainnya.

Namun, di balik kurang atau tidak adanya warna perempuan dalam kehidupan pranata sosial di lingkungan masyarakat, ternyata keberadaan perempuan sangat kuat pengaruhnya di dalam rumah tangga. Kekuatan pengaruh perempuan dalam lingkup rumah tangga ini disebabkan karena di lingkungan tersebut banyak perempuan yang justru menjadi tulang punggung keluarga dan adanya pertukaran peran dalam rumah tangga. Ketimpangan dalam hal penghasilan ini menurut ketua RW. 03 Kampung Panyawungan adalah sebab dominannya perceraian warganya, tercatat selama tahun 2012 sudah ada empat pasangan yang meminta surat keterangan perceraian.

  1. 4)      Antara Jalanan Rusak dan CSR

“Jangankan CSR yang entah bagaimana prosesnya jalanan yang seharusnya menjadi fasilitas umum aja dirusak kenyamanannya oleh mereka”, mengutip curhatan salah satu aktifis dilingkungan tersebut.

Mohamad Romdoni
Program Director at Seuweu Putu
READ MORE - PERMASALAHAN KEMASYARAKATAN DI PINGGIRAN MUARA LAPANGAN KERJA