Sabtu, 21 Juli 2012

Saur Pertama, Membyangkan Menu Oseng-Oseng Mesin ATM


Lama sekali tidak berceloteh di blog ini, entah pernah ada yang berkunjung atau tidak, itu tak terlalu penting. Dalam beberapa bulan ini ternyata diriku disibukan dengan berbagai pekerjaan yang sangat berjubel. Dari mulai membangun akses dengan pemerintah, membangun akses dengan micro finance, sampai dengan perusahaan-perusahaan yang ada di sekitar Bojonegoro. Belum lagi semuanya terbangun, kembali datang work plan bulan berikutnya yang mengharuskan saya untuk melakukan market assessment. Semuanya itu tidak lain adalah buah dari proposal yang sangat sempurna untuk dapat dilirik oleh pihak donor (menurutku terlal muluk).

Dalam rentang satu tahun yang hanya tinggal sekitar tujuh bulan waktu efektif, tim kami yang terdiri dari empat orang harus memenuhi tiga pencapaian program. Pencapaian pertama, ialah membangun jiwa kewirausahaan pemuda di enam desa di Kecamatan Ngasem serta mendampingi mereka dalam hal membangun bisnis. Setelah mereka mendapatkan literasi tentang kewirausahaan, tim kami harus memfasilitasi mereka untuk mendapatkan akses permodalan dari micro finance lokal. Pencapaian kedua, ialah membantu memfasilitasi pemuda yang sedang dalam masa transisi dari sekolah ke dunia kerja. Terakhir adalah membangun jiwa kepemimpinan pemuda agar lebih peka terhadap lingkungan dan penguatan kapasitas karang taruna di desa-desa sasaran kita.

Bisa terbayang dari target capaian tersebut di atas, bagaimana turunan-turunan proses untuk dapat mewujudkannya. Huh…luar biasa! Saya tidak mempunyai latar belakang sebagai ekonom, atau paling tidak mendapatkan kuliah tentang ekonomi, perbangkan, koperasi, wirausaha, perencanaan bisnis, alur kas, dan lain sebagainya. Saya hanya pernah mendampingi kegiatan usaha anak muda pesantren untuk berwirausaha dan membangun kelompok usaha kelas desa yang mendapatkan SIUP dari dinas kabupaten. Selain berkutat dengan teori, istilah, dan konsep-konsep ekonomi; ternyata saya juga masih harus belajar banyak tentang bagaimana penyajian data yang padat sederhana (statistik kuatitatif) namun mumet untuk dikerjakan.
Akibat kombinasi kerja antara lapangan dan ruangan, tidak jarang menghabiskan malam saya untuk mendeskripsikan segala yang saya dapat di siang hari pada malam harinya. Tidak jarang dalam menyajikan temuan lapangan saya harus bertemu pagi sebelum memejamkan mata (ha…ha… teringat seperti pada saat-saat kebut skripsi).  Seperti malam menjelang hari pertama puasa tahun ini misalnya, saya mencicil laporan sampai hampir lupa jika Ramadhan tiba. Oh jika saja ada yang melihat hilal di hari minggu, mungkin kejadian menyebalkan di subuh ini tidak akan terjadi!

Karena panik saat melihat jam yang hampir menunjukan jam 4, saya buru-buru menhidupkan teko listrik saya untuk membuat kopi. Satu hal sudah saya kerjakan. Kemudian merogoh-rogoh saku untuk menemukan uang tunai, ternyata saya sudah tidak mempunyai uang tunai. Dengan terburu saya loncat keluar kamar kos dengan modal satu keping ATM. Tiba di ATM saya segera memasukan kartu saya ke mesin tanpa melihat layar terlebih dahulu. Ketika kartu ditelan, saya baru melihat bahwa layar mesin ATM tidak seperti biasanya. Eror. Saya tekan berbagai tombol berusaha mengeluarkan, namun tak berhasil. Dengan kesal dan panik, saya meluncur menuju kantor cabang bank tersebut. Dengan mimik panik saya melapor pada satpam yang berjaga di sana dan meminta agar ATM saya dapat dikeluarkan dari perut mesin.

“Maaf pak, kami hanya bisa memperoses itu pada hari kerja” tuturnya dengan gaya bahasa halus, namun tidak memuaskan.

Campur aduk untuk memastikan bahwa saldo saya akan aman dan ingatan akan teko listrik yang mungkin airnya sudah kering. “Oh….BUMN kapan kau berubah” gerutuku dalam hati sambil melesat pergi menuju kos.

Benar saja dugaanku, air untuk membuat kopi hampir habis. Aku sempatkan untuk menuangkan air ke adonan kopi yang telah saya buat. Saya mengeluarkan semua kartu ATM yang ada di dompet, takut jika ATM satu bermasalah lagi, saya bisa pindah ke lain ATM tanpa harus balik kos (jangan bertanya kenapa saya hanya membawa kartunya saja, saya sedang mengenkan celana tidur waktu itu). Mesin ATM paling dekat menyediakan uang dengan pecahan Rp. 100.000. Sebenarnya saya lebih senang dengan pecahan Rp. 50.000 karena bisa dibelanjakan di warung kecil tanpa perasaan gak enak. Benar saja dugaanku waktuku terbuang cukup banyak untuk menunggu kembalian dari pemilik warung.

Setibanya di kos, dari salah satu mesjid memberitahu bahwa adzan tinggal lima menit lagi. Pilihan yang sangat membingungkan ketika arus memilih menikmati sebatang rokok dengan kopi atau nasi bungkus? Akhirnya aku harus memutuskan salah satu. Dan ketika celotehan ini ditulis, perutku begitu lapar dan nasi bungkus yang saya beli tadi subuh begitu menggoda. L
READ MORE - Saur Pertama, Membyangkan Menu Oseng-Oseng Mesin ATM