Minggu, 03 Maret 2013

Anak Muda Bukan Penonton Dalam Pembangunan Di Daerahnya


Ibarat sebuah permainan, dalam sebuah pembangunan daerah khususnya pembangunan di bidang ekonomi, pemuda masih menjadi penonton. Mereka belum bisa masuk ke dalam ranah permainan sebagai tim yang bermain dan berstrategi untuk menyajikan sebuah permaian cantik kemudian meraih kemenangan.


Kecamatan Gayam Kab. Bojonegoro yang baru berdiri pada pertengahan tahun 2012 merupakan pemekaran dari wilayah Kecamatan Ngasem. Wilayah Kecamatan Gayam adalah tempat di mana ekplorasi minyak dan gas dibangun oleh Mobil Cepu Limmited yang merupakan anak perusahaan dari Exxon Mobil. Keberadaan ekplorasi minyak dan gas di wilayah tersebut telah mengubah kawasan gersang tersebut menjadi kawasan yang sarat dengan pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, masyarakat di sekitar wilayah tersebut yang bercorak masyarakat agraris, kehilangan banyak lahan sebagai elemen penting bagi perekonomian mereka.

Komposisi anak muda dengan rentang usia 15-25 tahun di wilayah tersebut merupakan komposisi penduduk paling banyak dibanding dengan rentang usia lainnya. Rentang usia tersebut merupakan usia produktif di mana dalam rentang usia tersebut idealnya digunakan sebagai waktu belajar dan bekerja.

Mobilisasi perkembangan daerah tersebut menjadi daerah ekplorasi minyak telah membawa perubahan dalam cara pandang sebagian besar pemuda. Mayoritas dari mereka ingin bekerja dalam proyek-proyek pembangunan sarana ekplorasi yang sifatnya temporal. Hampir tidak ditemukan kegiatan usaha mandiri yang dilakukan oleh pemuda-pemudi di wilayah tersebut.

Tingkat pertumbuhan angkatan kerja yang ada saat ini tidak diimbangi oleh pertumbuhan lapangan kerja yang tersedia. Hal ini tentu saja akan membawa berbagai dampak yang kurang positif terhadap anak muda. Sementara itu lapangan kerja non-sektor migas masih didominasi oleh mereka yang memiliki rentang usia 30-45 tahun. Jika kita membuat pengelompokan usia produktif dengan rentang usia 15-25 tahun, maka rentang usia itulah yang saat ini menjadi kelompok pengangguran paling besar.

Meski usaha kecil mampu menopang perekonomian sebuah negara berkembang, namun pada kenyataannya dorongan untuk melakukan sebuah inovasi usaha belum banyak terlihat dari sudut anak muda (15-25 tahun). Adapun jika kita menemukan anak muda yang kreatif dan telah memiliki usaha lebih banyak didominasi oleh mereka yang memiliki latar belakang pendidikan tinggi dan mereka yang menerima turunan usaha dari keluarga.

Banyak faktor yang menjadikan anak muda tidak memiliki kemampuan untuk menciptakan usaha, faktor dominan yang penulis lihat dalam pengamatan di antaranya adalah:

1.       Tidak adanya pemahaman tentang kewirausahaan;
2.       Faktor lingkungan yang melihat bekerja di sektor formal lebih memiliki status sosial;
3.       Kurangnya daya saing produk dari usaha pemuda;
4.       Kurangnya pemahaman pasar;
5.       Tidak adanya akses terhadap permodalan.

Kelima faktor di atas jika kita kelompokan terdiri dari faktor internal dan eksternal anak muda dan juga faktor sosial-psycho pemuda. Pemuda yang kami temui di Kecamatan Gayam lebih memilih bekerja di sektor non-formal dari pada menjadi pelaku ekonomi di daerahnya. Padahal daerah mereka merupakan daerah dengan pertumbuhan ekonomi sangat cepat dalam dua tahun terakhir ini. Pesatnya kemajuan daerah mereka tidak terlepas dari ditemukannya sumber cadangan minyak yang diekplorasi oleh Mobil Cepu Limited (MCL).

Kesempatan untuk menjadi pelaku ekonomi bagi pemuda sebenarnya sangat terbuka luas, namun kesempatan itu lebih banyak dibaca oleh pelaku usaha dari daerah luar. Jika pun ada, kesempatan itu masih terbatas pada mereka yang memiliki power secara politis. Meski akses politis dapat sedikit membengkokan kaidah ekonomi, namun jika pemuda sanggup membuat produk yang lebih unggul dan berkualitas dengan mempertimbangkan sasaran pasar, tentu akan datang sebagai penguasa pasar.

Ada sebuah pandangan umum bahwa jika dapat bekerja di sektor pembangunan proyek ekplorasi merupakan sebuah kebanggaan, meski mereka hanya terlibat dalam pekerjaan yang non-skill dan temporer. Mereka yang berkesempatan bekerja di proyek akan segera memamerkan keberasilannya dengan mengambil kredit motor dengan jangka cicilan yang cukup panjang. Penampilan dari para pemuda yang berkesempatan bekerja di proyek inilah yang membuat para pemuda lain sangat bermimpi untuk dapat meraih hal yang sama dengan cara sama pula. Padahal, peluang untuk dapat hidup layak sangat mungkin dengan jalan menjadi pelaku ekonomi.

Seperti telah disinggung di atas, kredit motor yang dilakukan pemuda yang tidak seimbang antara tempo kontrak kerja dengan tempo cicilan motor telah banyak membawa permasalahan tersendiri bagi anak muda yang juga berdampak pada keluarga. Cicilan yang masih panjang sedangkan pendapatan berhenti seiring habisnya kontrak kerja, banyak dari mereka kembali menjual tanah pertanian keluarga mereka. Padahal  sebagian dari mereka sangat mengandalkan perekonomian dari sektor pertanian, dan tentu ini  segera membawa wajah baru kemiskinan.

Hampir setiap desa di Kecamatan Gayam memiliki Badan Keungan Desa (BKD) dan Kopwan, namun tidak satu orang pun pemuda yan menjadi anggota di lembaga tersebut. Ini berarti anak muda masih termarjinalkan untuk dapat mengakses permodalan yang banyak disokong oleh pemerintah; Jika pemerintah saja tidak terpikirkan untuk memfasilitasi modal bagi pemuda, apalagi swasta yang lebih selektif dalam memperhitungkan resiko.

Masalah Sosial Pemuda

Sementara ini, kegiatan yang dilakukan oleh pemuda berdasarkan pengamatan penulis hanya terbatas pada kegiatan kurang menguntungkan atau membuang waktu seperti kumpul-kumpul di warung kopi, Konvoi sepeda motor, billiard, dan kegiatan olah raga. Dalam kegiatan produktif, seperti pembangunan desa dan kegiatan berorientasi ekonomi keterlibatan pemuda di daerah tersebut sangatlah minim. Adapun kegiatan yang berorientasi sosial seperti karang taruna terbatas dalam event-event insidental seperti pada peringatan HUT-RI.

Literasi Pemimpin Pemuda

Merupakan sebuah permasalahan yang tidak bisa dianggap remeh yang sedang meliputi pemuda, mereka selalu menjadikan pemuda dari klan terkuat sebagai panutan dalam pergerakan mereka, meski ada ide pergerakan positif digagas oleh pemuda lain, namun jika tokoh sentral tidak berkenan, maka pemuda lainnya tidak akan berani mempertahankan opini apalagi menjalankannya.

Maka dari itu, model kepemimpinan konstruktif juga penting bagi pemuda. Tetapi yang lebih penting lagi adalah bahwa perubahan itu sendiri menjadi peranan teladan di semua tingkat, dari pada berfokus pada tokoh populer penting. Dengan cara demikian siapa saja yang menyebabkan perubahan bisa menjadi peranan teladan.

Keterampilan Pemuda

Industri minyak telah membawa fantasi tersendiri bagi pemuda di sekitarnya, kemudian mendorong mereka pada harapan akan pekerjaan yang tidak realistis di antara pemuda. Selanjutnya, kekurangan informasi telah mendorong pemuda ke dalam program pelatihan “popular”, seperti komputer, yang mana permintaannya terbatas, atau pada pelatihan yang kebutuhannya bersifat temporer seperti pelatihan safety dan sekapholding.
 
Pentingnya faktor-faktor dari segi permintaan tidak dapat dinilai rendah. Tanpa upaya untuk mendorong sektor pertanian dan sektor swasta non-migas, mengurangi pita merah birokrasi, perluasan sektor jasa, dan meningkatkan belanja pendatang akan warga sekitar, segala intervensi yang yang menargetkan kemungkinan untuk mempekerjakan pemuda atau efisiensi pasar buruh akan memiliki dampak terbatas. Setelah hal tersebut dilaksanakan, adalah menentukan bahwa segala analisis pengangguran pemuda harus ditinjau melalui pendekatan secara holistis dan realistis dengan mempertimbangkan relatifitas dari kekuatan dan kelemahan dinamika ekonomi dan pasar buruh di Bojonegoro.

Saya melihat bahwa sudah beberapa tahun ada pelatihan kejuruan yang didukung oleh MCL dengan pelaksana beberapa NGO yang pernah menjadi mitra. Akan tetapi hal ini tidak diterjemahkan menjadi kegiatan rekonstruksi dan rehabilitasi. Oleh karena tidak ada lapangan pekerjaan, tidak ada pekerjaan. Sekali lagi program-program pelatihan perlu diselaraskan dengan kesempatan ekonomi yang realistis, misalnya meningkatkan produktivitas pertanian dan ternak, sektor jasa, meubelir, tehnik bangunan. Saya pernah berkunjung terhadap kelompok pemudi yang membuat handycraft untuk kepentingan simulasi belajar PAUD dan souvenir, tetapi tidak ada pasar untuk hasil kerja mereka. Apresiasi dalam sikap konsumsi  berbagai pihak seperti swasta, pemerintah dan NGO adalah penting untuk meningkatkan kemampuan produksi serta kesempatan pasar bagi mereka.


READ MORE - Anak Muda Bukan Penonton Dalam Pembangunan Di Daerahnya