Aku seperti pemintal kebohongan yang berjuang keras agar
tampak benar. Setiap isi kataku ku olah agar tak berbenturan apa yang aku
katakan padanya dan pada dia. Kebenaran yang dibuat dari kebohongan ternyata
hanya merajut tenunan hidupku. Kebohongan
itu seperti nyata dalam hidupku, menguasai alam sadar dan bawah sadarku.
READ MORE - Puisi Jiwa
Aku terperdaya oleh senyumnya yang ranum dan manja, tapi aku
juga terlena oleh kematangan dan kesabaran dari dia yang menjadi pertama namun
seolah yang kedua. Aku selalu berkata dengan balutan keindahan sutera untuk
menutupi belacu yang menjadi isinya. Entah kalian mempercayaiku atau justru
kalian tertawa terbahak melihat kehampaanku karena terisi dua jiwa.
Kalian berdua seperti telaga bening kembar di tengah sahara,
aku pengembara yang tak mampu menimba. Entah itu karena dasar kalian yang
begitu dalam atau malah kalian hanya fatamorgana yang mengaburkan oase yang
sedang kucari.
Dengannya, pernah ku ukir namanya dan namaku bersandingan
dengan hiasan rerumputan liar pantai samudra hindia. Kami berlari menghindari
ombak yang menyapu ukiran pasir kami.
Dengan dia, aku pernah mengeja kehidupan ibukota, dia
mengajarkanku untuk tetap bahagia, menemaniku dalam cibiran manusia Jakarta,
sehingga aku merasa jadi manusia atau bahkan raja.
Ah kalian……
Kalian tahu aku adalah pemintal kebohongan
Apakah sulaman kata-kataku seperti renda makna yang sulit
kalian lupa
Padahal aku tak pernah mengingat semua