Pekerjaan yang saya lakukan memang tampak mudah,
namun memerlukan effort tingkat
tinggi untuk tetap bisa bertahan. Pekerjaan semacam ini sebenarnya bisa
dilakukan oleh mereka yang hanya tamatan dari sekolah menengah, hal ini karena
jenis pekerjaannya yang dilakukan di lapangan dan hanya menjual produk dengan
sedikit kewajiban untuk menyelesaikan administrasi.
Meski demikian, pekerjaan ini telah membawa wajah
baru bagi saya. Hal pertama yang saya pelajari adalah pembiasaan diri untuk
bangun pagi dan mengatur waktu untuk sampai tiba di tempat kerja tepat waktu.
Kedua, saya mulai membiasakan diri dengan tekanan untuk pencapaian target dari
kepala cabang agar cabang di mana saya bekerja tidak menjadi incaran makian area atau kanwil. Adakalanya pada saat pertemuan pagi saya diberi tepuk tangan,
dan adakalanya saya disemprot makian dan ocehan tawa dari seluruh rekanan.
“Berpa pencapaian kamu Doni?” pertanyaan rutin
kepala cabang saat pertemuan. Pernah dalam minggu pertama saya bekerja, saya
tidak satupun menemukan nasabah atau merchant
yang ingin memasang Electronic Data
Chapter (EDC). “Dalam seminggu kamu NOOL” pengucapan kata nol dengan
penekanan khas Sumatera Utara menjadi kata paling familiar hingga saat ini.
Saya masuk ke bank tersebut melalui pihak ketiga
atau outsourcing, dan saya menyadari
adanya perbedaan jarak dan harga antara kami yang melalui outsource dan mereka yang organik. Kinerja saya tak ubahnya dengan
kinerja mesin foto copy di perusahaan tersebut, ketika mesin itu bisa terpakai,
maka mesin itu akan terus disewa, dan ketika mesin itu rusak, maka
dikembalikan.
Saya menyadari tidak ada jenjang karir atau packlaring yang bagus dengan pekerjaan
sekarang ini, namun saya menemukan keuntungan lain selain dari gaji dalam
pekerjaan ini. Saya selalu bertanya pada officer
tentang pengertian cek, giro, deposit, RTGS dan istilah-istilah bank lainya. Saya
menganggap ini adalah keuntungan terbesar bagi saya.
Menjadi sales tak ubahnya seperti kita berperan
menjadi custumer. Di sini pula saya belajar tentang bagaimana sebuah pelayanan.
Pernah saya mendapatkan pelayanan yang sangat ramah dari seorang yang saya
tawari EDC di suatu mall di bilangan Kuningan, meski ia tidak terpengaruh dan
tidak ingin memasang mesin EDC di tempat usahanya, ia menghargai saya sebagai
orang profesi. Ia begitu ramah dan sahaja, menyodorkan air minum kemasan gelas
ketika suara saya serak. Di luar alam sadar saya waktu itu, justru saya yang
ingin membeli produknya apabila saya mampu. Dan di dalam alam sadar saya, saya
meminta brosur promosi toko tersebut ketika saya hendak pamit, kemudian saya
perbanyak dengan fasilitas kantor dan menyebarkanya sembari saya terus
memasarkan EDC. Ini mungkin salah satu contoh, bahwa keikhlasan adalah metode
komunikasi persuasif yang paling akurat.
Saya ikhlas menjalankan pekrjaan ini meski sangat
jauh dari apa yang saya pelajari, dari apa yang saya tekuni. Namun jika ini
jalan sementara untuk perbaikan kualitas pribadi, maka saya ingin membuang
banyak mimpi dalam kehidupan ini, dan mencoba setiap kesempatan yang
menghampiri.
Kembali seperti saya ungkapkan di atas. Jika memang
kemampuan atau tenaga manusia kini tak ubahnya seperti mesin foto copy, bagaimana
kalau aku bisa seperti foto copy yang mampu mengkopi 5 lembar per second. Ada
yang mau menyewa saya?
0 komentar:
Posting Komentar